Sabtu, 07 Maret 2009

Derajat Wanita Sebelum dan Sesudah Turunnya Al-Quran

Derajat Wanita Sebelum dan Sesudah Islam (Turunnya Al-Quran)

Pada masa pra-Islam, wanita diperlakukan tidak adil. Bahkan wanita tidak berharga di dalam masyarakat. Akan tetapi setelah turunnya Al-Quran, wanita diposisikan secara adil. Oleh karena itu, makin banyak wanita yang cerdas.


A. Wanita di Mata Orang Yunani Kuno

Di mata mereka, wanita sangat dilecehkan dan diejek. Sampai-sampai mereka mengklaim kalau wanita sebagai najis dan kotoran dari hasil perbuatan setan. Bagi mereka, wanita sama rendahnya dengan barang dagangan yang bisa diperjualbelikan di pasar-pasar. Wanita boleh dirampas haknya, tidak perlu diberikan hak bagian harta pusaka dan juga tidak berhak menggunakan hartanya sendiri sekalipun.

Dalam perkembangannya, masyarakat Yunani kuno menganggap wanita sebagai tempat pelampiasan nafsu semata. Wanita sama sekali tidak berharga. Ini dibuktikan dengan adanya satu legenda Yunani terkenal yang berkisah tentang Dewi Aphrodite. Dalam kisah itu disebutkan bahwa Dewi Aphrodite dengan mudahnya mengkhianati ketiga suaminya yang oleh masyarakat Yunani dianggap sebagai dewa. Ia pun melahirkan anak bernama Koubid yang dianggap sebagai Dewa Cinta. Dewa Cinta ini merupakan hasil perselingkuhan Dewi Aphrodite dengan salah satu kekasihnya.

Legenda tersebut merupakan salah satu bentuk penghinaan terhadap makna cinta dan status moral wanita dalam masyarakat.


B. Wanita di Mata Orang Romawi Kuno dan Mesir Kuno

Di zaman Romawi kuno yang orang-orangnya memiliki semboyan cukup terkenal “wanita itu tidak punya roh”, kaum wanita mengalami berbagai macam siksaan yang kejam. Betapa tidak; seringkali mereka harus menahan panasnya minyak yang dituangkan ke tubuhnya yang sudah diikat pada sebuah tiang. Bahkan terkadang mereka diikatkan pada ekor kuda lalu dibawanya lari sekencang mungkin sampai mati.

Dalam komunitas bangsa tersebut, seorang ayah tidak harus mengakui anaknya. Jika seorang wanita melahirkan, pihak keluarga wanita tersebut akan membawa bayinya ke hadapan sang ayah dan diletakkan di bawah kakinya. Apabila si ayah mengangkat dan menggendongnya, maka nasab (silsilah) bayi tersebut mengikuti ayahnya. Kalau si ayah membiarkannya tergeletak, mereka akan memungut sang bayi dan meletakkannya di lapangan terbuka atau tempat ibadah. Apabila ada orang yang merasa iba dan memungutnya, maka bayi tersebut akan menjadi budaknya dan berhak diperlakukan apa saja; dijual atau dibunuh. Apabila tak seorang pun yang memungutnya, bayi itu akan mati dengan sendirinya karena kehausan dan kelaparan.

Dalam masyarakat Romawi kuno, seorang pria berhak menjual atau menganiaya istri dan anak-anaknya dengan alasan apa pun. Bahkan, ia berhak membunuh mereka tanpa ada yang berhak menuntutnya.

Kaum pria dilarang membunuh atau menganiaya wanita setelah penguasa Justinian mengeluarkan sebuah Undang-Undang Justinian, pada tahun 550 M. Namun demikian, undang-undang tersebut tetap memberikan peluang bagi pria untuk menjual istri atau anaknya di pasar ternak atau pasar budak.

Dalam masyarakat Romawi kuno dikenal satu prinsip; kaum wanita tidak dapat bebas bertindak. Selama hidupnya, wanita tertawan, terikat, dan tak pernah bebas, kecuali meninggal dunia.

Salah satu pakar hokum Romawi, Kato, mendeklarasikan ungkapan popular dalam bahasa Romawi; Nunquam Exvitus Mu-liedrus (ikatan yang diberikan kepada wanita tersebut selamanya tak boleh dilepaskan).

Dalam pandangan Mesir Kuno, masyarakat hanya menghormati para wanita yang berasal dari keturunan keluarga penguasa atau bangsawan. Sejumlah wanita bangsawan yang pernah menjadi penguasa Mesir adalah Nifertiti, Hatsyibut, dan Cleopatra.

Sebagian negeri Timur kuno juga mengikuti jejak Mesir. Terdapat beberapa ratu yang namanya cemerlang dalam lembaran sejarah, misalnya, Balqis (Ratu Saba), Samiramis, dan Zinubiya.


C. Wanita di Mata Orang Cina

Orang-orang Cina menyamakan wanita dengan air penyakit yang membasuh kebahagiaan dan harta. Seorang yang berkebangsaan Cina berhak menjual istrinya sebagaimana budak perempuan. Apabila seorang perempuan Cina menjadi janda, maka keluarga mendiang suaminya berhak atas dirinya. Jadi, ia seperti barang peninggalan yang bisa diwarisi. Bahkan seorang suami berhak mengubur istrinya hidup-hidup.


D. Wanita dalam Undang-Undang Hammurabi

Wanita di mata undang-undang Hammurabi dianggap sebagai layaknya binatang ternak yang dapat diperlakukan seenaknya. Misalnya, seseorang membunuh anak perempuan orang lain maka dia harus menyerahkan anak perempuannya kepada orang tadi untuk dibunuh atau dimiliki.


E. Wanita di Mata Orang Hindu (India Kuno)

Di dalam syariat orang-orang Hindu ditegaskan, “Sesungguhnya kesabaran tertentu, angin, kematian, neraka, racun dan ular itu tidaklah lebih jahat ketimbang wanita.”

Di mata orang-orang Hindu, seorang wanita tidak berhak untuk hidup setelah ditinggal mati oleh mendiang suaminya. Pada hari kematian suaminya itu ia juga harus ikut mati, atau dia harus membakar diri dalam keadaan hidup bersama suaminya. Di samping itu ia harus mempersembahkan korban kepada tuhan-tuhannya.

Konstitusi Manu memandang wanita hanya sebagai pengikut dan baying-bayang suami.jika suaminya meninggal dunia, ia juga harus ikut meninggalkan kehidupan ini. Karenanya, apabila seorang suami meninggal dunia, sang istri berbaring di samping jenazah suaminya dan dibakar hidup-hidup bersamanya. Ia dibakar dalam satu prosesi besar-besaran.

Pengelana Arab terkenal, Ibnu Batutah, menceritakan pengalaman yang mengesankan mengenai pesta kematian yang pernah disaksikannya sendiri. Saat itu, tiga orang istri berusia muda dibakar hidup-hidup dalam pesta tersebut. Ini dilakukan setelah para suami mereka terbunuh dalam perang melawan suku lain.


F. Wanita di Mata Orang Persia

Menurut mereka, seseorang boleh saja menikahi ibunya sendiri, saudara perempuan kandung, tante, bibi, keponakannya, dan muhrim-muhrimnya yang lain.

Pada saat sedang menjalani haid, seorang wanita akan diasingkan ke tempat yang jauh di luar kota. Tidak ada seorang pun yang diperbolehkan menemuinya kecuali para pelayan yang hanya bertugas menyiapkan makanan. Terlebih kalau seorang wanita kebetulan menjadi istri atau di bawah kekuasaan seorang laki-laki yang kejam dan diktator; maka nasibnya berada di tangan laki-laki itu, mau dibunuh atau dibiarkannya hidup.


G. Wanita di Mata Orang Yahudi

Ada sementara golongan orang-orang Yahudi yang menganggap anak perempuan itu sama martabatnya seperti pelayan. Jadi, ayahnya berhak untuk menjualnya dengan harga murah sekalipun. Orang-orang Yahudi pada umumnya menganggap wanita itu sebagai laknat atau kutukan lantaran wanitalah yang telah menyesatkan Adam. Apabila seorang wanita sedang mengalami haid, mereka enggan makan bersama-sama dengannya. Bahkan ia tidak boleh memegang bejana apa pun karena khawatir tersebarnya najis.

Sementara ada orang-orang Yahudi yang manakala anak perempuan atau istrinya mengalami masa haid, dia mendirikan sebuah kemah lalu di dalamnya diletakkan kue dan air. Dan dibiarkan terus anak perempuan atau istrinya yang sedang haid itu di dalam kemah tersebut sampai suci.


H. Wanita di Mata Orang Nasrani

Pernah salah seorang yang dianggap suci di antara mereka mengatakan, “Sesungguhnya wanita adalah sumber kejahatan, malapetaka yang disukai, sangat penting bagi keluarga dan rumah tangga, pembunuh yang dicintai, dan musibah yang dicari.”

Yang lain mengatakan. “Sesungguhnya wanitalah yang memasukkan setan ke dalam jiwa seseorang, yang menentang undang-undang Allah SWT dan yang kejam terhadap laki-laki.”

Walaupun agama Nasrani menyebar di Eropa dan di beberapa negara Timur Tengah, wanita tetap diremehkan masyarakat. De Goye, seorang orientalis Belanda, menjelaskan itu dalam pengantar bukunya yang merupakan terjemahan dari kitab sejarah hidup Nabi SAW karya Ibnu Hisyam.

Barangkali perlu diketahui pendapat para tokoh Nasrani tentang wanita, sehingga dapat dengan mudah dibandingkan kedudukan wanita sebelum dan sesudah turunnya Al-Quran.

Sebagaimana telah dikutip sebelumnya, Paus Sostam (tokoh suci agama Nasrani) berkata, “Wanita adalah makhluk jahat yang tidak bisa dihindari. Ia adalah penyakit terkutuk yang akan menimpa laki-laki dengan penuh kesadaran. Ia adalah bencana besar yang dikemas dalam hiasan yang elok dan memikat.”

Pastor Tortulian juga berkata, “Wanita adalah gerbang masuknya setan ke dalam hati dan jiwa laki-laki. Ia selalu menyalahi ajaran-ajaran Tuhan dan senantiasa membujuk laki-laki agar keluar dari agamanya.”


I. Konferensi Agama yang Mengejutkan

Pada abad ke-15 M, diselenggarakan sebuak konferensi mengejutkan yang pernah disaksikan Eropa sepanjang sejarahnya. Bahkan, itu merupakan konferensi paling mengesankan yang pernah disaksikan di jagad raya ini. Konferensi ini dikenal dengan sebutan Konferensi Makun.

Agenda utama konferensi tersebut mempertanyakan tentang wanita yang hanya memiliki fisik tanpa roh ataukah mempunyai roh namun berbeda dengan roh laki-laki.

Mengakhiri konferensi tersebut, masing-masing peserta menyampaikan pidato yang isinya menegaskan bahwa kaum wanita diciptakan dengan karakter yang suka berkhianat dan mengingkari keindahan. Akhirnya, konferensi itu menghasilkan kesepakatan, “Di tubuh wanita terdapat roh Jahanam kecuali Maryam, ibu Nabi Isa as.”


J. Perdagangan Istri di Inggris

Pandangan yang merendahkan wanita terus berlangsung hingga Abad Pertengahan. Undang-Undang Inggris sampai tahun 1805 masih membenarkan kaum pria memperdagangkan istrinya kepada siapa saja yang dikehendakinya. Ikatan pernikahan antara keduanya menjadi tidak sah setelah terjadinya transaksi jual-beli.

Undang-undang itu mengesahkan standar harga yang rendah untuk penjualan istri, yaitu seharga 6 poundsterling. Pada tahun 1931, terjadi kasus menarik di Inggris. Salah seorang suami jatuh bangkrut. Ia mempunyai istri berparas cantik. Ia pun menjual istrinya kepada salah seorang tetangganya seharga 500 poundsterling. Kedua belah pihak pun mengadakan transaksi jual-beli.

Setelah itu, sang istri yang malang dikagetkan dengan kemunculan pihak pembeli yang membawa bukti pembelian. Wanita tersebut lalu diajak ke rumahnya. Ketika itu, sang wanita berhasil lolos dan melaporkan peristiwa yang menimpanya ke polisi.

Polisi kemudian memanggil sang suami dan pihak pembeli untuk mengetahui duduk persoalannya. Akhirnya, mereka menghadap polisi disertai salah seorang pembela. Dengan enteng, sang suami menjawab, “Saya tidak melakukan tindakan yang melanggar undang-undang. Undang-undang Inggris membenarkan penjualan istri.”. pembelanya menyodorkan naskah lama berisi teks undang-undang yang memperbolehkan penjualan istri dengan harga minimal 6 poundsterling. Undang-undang tersebut dikeluarkan pada tahun 1801. si penyidik mempelajari buku tersebut dengan serius dan nyaris tidak meyakini kebenarannya.

Akhirnya, kasus itu dilimpahkan ke pengadilan. Hakim menemukan undang-undang lain yang dikeluarkan pada tahun 1805 sebagai pengganti undang-undang sebelumnya. Dengan undang-undang tersebut, hakim menegaskan larangan jual-beli istri dan pelakunya diancam hukuman penjara.

Dengan berpijak pada undang-undang baru tersebut, pengadilan memenjarakan sang suami selama sepuluh bulan sekaligus membatalkan kontrak jual-beli tersebut.


K. Wanita di Perancis

Slogan persamaan, kebebasan, dan keadilan yang digaungkan Revolusi Perancis ternyata hanya berlaku bagi kaum pria. Adapun wanita Perancis tetap seperti semula, tidak memiliki hak sebagai manusia. Undang-undang sipil Perancis juga tidak membolehkan wanita mengadakan perjanjian tanpa seizing walinya. Artinya, kaum wanita diperlakukan layaknya anak kecil, orang dungu, dan orang gila.

Wanita Perancis baru mendapatkan hak-haknya setelah dikeluarkannya undang-undang tertentu pada tahun 1938. Namun demikian, undang-undang tersebut masih membatasi ruang gerak mereka, terutama wanita yang sudah menikah.


L. Wanita di Masa Jahiliah

Wanita Arab jahiliah dan pra-Islam sangat tertindas dan terpinggirkan. Lahirnya seorang anak perempuan dianggap aib dan mendatangkan sial. Bagi seorang suami merupakan aib jika istrinya sampai melahirkan anak perempuan. Ia akan berusaha menghindar dari khalayak ramai dan mengubur si anak. Anak yang dibunuh dengan cara kejam itu dinamakan al-mau’udah (yang dikubur hidup-hidup). Allah SWT melukiskan perbuatan kejam ini dengan satu ilustrasi menarik disertai celaan terhadapnya:
Apabila salah seorang di antara mereka diberitahu tentang (lahirnya) seorang anak perempuan, merah padamlah wajahnya menahan amarah. Dia bersembunyi dari kaumnya, karena buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah putrinya itu akan dipertahankan dengan menanggung kehinaan atau (lebih baik) dikuburkannya ke dalam tanah. Ketahuilah, sungguh buruk putusan mereka itu.” (Q.S. an-Nahl [16]: 58-59)

Setelah kedatangan Islam, tradisi mengubur anak perempuan hidup-hidup dihapuskan. Dalam Islam, pelaku kebiasaan tersebut bertanggung jawab terhadap kejahatan yang dilakukannya. Ketika menyinggung dahsyatnya situasi hari Kiamat, Allah SWT berfirman:
Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apa mereka dibunuh?” (Q.S. at-Takwir [81]: 8-9)

Dua surah ini (surah an-Nahl dan at-Takwir) dijelaskan bahwa Islam membela kaum wanita. Islam juga memberikan hak untuk dapat menikmati hidup layaknya pria.

Pada wanita Arab jahiliah tidak diperbolehkan mendapat jatah warisan. Ia tak berhak mewarisi harta seseorang, bahkan dirinya termasuk harta yang diwariskan. Bila seorang ayah meninggal dunia, maka anak tertua yang mencintai salah seorang istri ayahnya (kecuali ibu kandungnya sendiri) hanya cukup melemparkan pakaiannya saja dan wanita itu pun menjadi miliknya. Ia berhak menikahi atau menganggapnya sebagai salah satu sahaya atau selirnya.

Tentu saja, tindakan tersebut merendahkan kedudukan wanita, menyakiti perasaannya, dan merusak sendi-sendi penghormatan dalam kehidupan keluarga. Padahal seharusnya seorang anak memosisikan istri ayahnya sebagai ibunya sendiri. Ia tidak boleh memperistrinya. Jika itu tetap dilakukan, berarti ia mengkhianati ayahnya dan mengundang murka Allah SWT.

Karena itu, Allah SWT menganggap perbuatan anak tersebut sebagai bentuk kedurhakaan. Kejahatan besar ini akan mendatangkan malapetaka dalam kehidupan dunia serta sanksi yang sangat berat di hari Kiamat kelak. Dalam hal ini, Allah SWT melarang keras seorang anak menikahi istri-istri ayahnya. Allah SWT berfirman:
Janganlah kalian menikahi wanita yang telah dinikahi ayah kalian kecuali yang terjadi di masa lampau (sebelum turunnya ayat ini). Sebab, perbuatan tersebut sangat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan yang ditempuh.” (Q.S. an-Nisa [4]: 22)

Sebagian besar musafir, di antaranya Ibnu Abbas, Qatadah, Atha’, dan Ikrimah, berpendapat bahwa dalam ayat tersebut, Allah SWT melarang anak menikahi istri ayahnya. Perbuatan tersebut dianggap sebagai perbuatan keji dan sanksinya seperti zina. Jika pernikahan tersebut terjadi sebelum turunnya ayat di atas, maka harus dihentikan dengan cara bertobat.

Jika seorang ayah menikahi seorang wanita, baik sudah digauli maupun belum, maka sang anak tidak boleh menikahi wanita tersebut. Pendapat ini disepakati semua fukaha.



Kaum Wanita Setelah Turunnya Al-Quran

Turunnya Al-Quran tidak hanya memengaruhi kondisi wanita Arab. Tetapi, pengaruhnya juga meliputi wanita Eropa.

Tak satu pun yang membantah bahwa Spanyol sangat dipengaruhi peradaban Islam. Pengaruh tersebut menjadi topic menarik yang dikaji kalangan penulis dan orientalis. Di antaranya adalah seperti yang ditulis oleh orientalis Rusia, Kratsovieski, dalam bukunya yang berjudul Asbania al-Muslimah. Dalam buku tersebut, ia menyinggung tingginya kedudukan wanita Spanyol setelah masyarakatnya dipengaruhi tradisi Arab yang pada dasarnya terinspirasi pesan Al-Quran.

Orientalis Perancis, Brufansal, juga menulis sebuah buku yang secara khusus membicarakan topik ini. Buku tersebut berjudul La Civilisation Arabe en Espagne (Peradaban Arab di Spanyol). Dalam buku tersebut, ia banyak mengutip ayat Al-Quran, terutama ayat-ayat yang berkaitan dengan hak wanita dalam hal warisan, syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang pria untuk menceraikan istrinya, serta penjelasan Islam dalam menyamakan pahala amal shaleh yang dilakukan pria dan wanita. Dalam bukunya, Brufansal juga membahas revolusi ilmu pengetahuan yang dicapai bangsa Arab berkat Al-Quran dan bimbingan Rasulullah SAW.

Penyair Perancis, Charless Perrault, melakukan kajian serius tentang sastra Spanyol yang dipengaruhi roman bertendensi konstruktif yang terdapat dalam Al-Quran. Ia menjelaskan kisah-kisah Spanyol yang sentimental menjadi refleksi bagi pandangan baru masyarakat Spanyol terhadap wanita yang mempunyai kedudukan social cukup tinggi.

Di antara kisah Spanyol terkenal yang ditulis berdasarkan inspirasi dari kisah-kisah Al-Quran adalah sebuah kisah yang berjudul Amadis de gaula. Kepribadian Amadis dalam kisah tersebut mencerminkan gambaran Nabi Yusuf as yang selalu menjaga kehormatan serta memandang wanita sebagai pasangan hidup dan ibu dari anak-anaknya. Karena itu, ia harus menjaga kehormatan dan kemuliaan serta benar-benar menghormatinya. Cinta yang hakiki tercermin dari adanya saling menghormati antara pria dan wanita.



Kesamaan Pria dan Wanita Dalam Pahala dan Sanksi

Q.S. Ali-Imran (3): 195
Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.”

Q.S. at-Taubah (9): 71
Orang-orang yang beriman, laki-laki atau perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi yang lain. Mereka menyuruh kepada yang makruf (baik), mencegah kemungkaran, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang Allah beri rahmat. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa dan Mahabijaksana.

Q.S. at-Taubah (9): 72
Allah berjanji kepada orang-orang beriman, baik laki-laki maupun perempuan, untuk memberikan surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, sementara mereka kekal di dalamnya. (Mereka juga mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘And. Dan keridaan Allah adalah lebih besar. Itu adalah keberuntungan yang besar.”

Q.S. al-Ahzab (33): 35
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang menjaga kemaluan mereka, serta laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Allah, Allah telah sediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Q.S. al-Ahzab (33): 58
Mereka yang menyakiti orang mukmin laki-laki dan perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, berarti telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”

Q.S. al-Mu’min (40): 40
Siapa yang melakukan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan, sementara ia beriman, maka mereka akan masuk ke dalam surga serta di dalamnya diberi rezeki tak terhingga.”



Kriteria Memilih Suami

Setiap wanita muslimah hendaknya memilih calon suami yang memenuhi ketentuan syariat Islam. Di antara cirri-cirinya adalah:

a. Memilih calon suami yang mempunyai agama dan akhlak, agar ia dapat melaksanakan kewajiban secara sempurna dalam membimbing keluarga, menunaikan hak istri, pendidikan anak, tanggung jawab yang benar dalam menjaga kehormatan dan menjamin material rumah tangga.
b. Memilih calon suami yang bukan dari golongan orang fasik tukang pembuat dosa yang dapat memutuskan tali kekeluargaan.
c. Berniat sungguh-sungguh akan menikah bila menemukan wanita yang cocok setelah melihatnya sewaktu meminang.
d. Mempercepat akad nikah dan tidak menggantungkannya untuk jangka waktu yang lama sehingga ada kemungkinan menyurutkan keinginan menikah dan membatalkan pinangan.
e. Tidak berkhalwat dengan wanita yang dipinang.
f. Hanya berkunjung dan masuk ke rumah wanita yang akan dipinang bila disertai mahramnya.
g. Tidak melakukan pembicaraan batil dan sia-sia saat berkunjung.
h. Tidak terlalu sering datang ke rumah wanita yang dipinang.
i. Tidak mencuri pandangan yang dapat membuka pintu-pintu syahwat.
j. Tidak berjabat tangan dengan wanita yang dipinang.
k. Tidak mengambil pinangan orang lain.
l. Sehat jasmani dan rohani.
m. Tidak berlebih-lebihan dalam berpakaian dan berbicara.
n. Tawaduk.
o. Bergaul dengan orang-orang saleh.
p. Menghormati orang tua wanita yang dipinang.
q. Rajin bekerja dan berusaha.
r. Optimis.
s. Mengucapkan salam ketika berkunjung dan pulang.
t. Tidak mengobral janji dan berandai-andai.


Suami Ideal

Suami ideal adalah suami yang memperlakukan istrinya dengan tuntunan syariat Islam. Mereka itu sangat cakap dalam memenuhi hak-hak istrinya. Maka suami ideal itu adalah:

a. Membayar mahar istrinya dengan sempurna.
b. Melapangkan nafkah istri dengan tidak bakhil dan tidak berlebih-lebihan.
c. Memperlakukan istri dengan baik, mesra, dan lemah-lembut.
d. Meminta pendapat istri dalam urusan rumah tangga dan anak-anaknya.
e. Bersenda gurau dengan istri tanpa berlebih-lebihan.
f. Memaafkan kekurangan istri dan berterima kasih atas kelebihannya.
g. Berpenampilan bersih, rapi, dan wangi di hadapannya.
h. Membantu istri dalam tugas-tugas rumah tangga yang kadang tidak tertangani.
i. Meringankan pekerjaan istri dengan seorang pembantu bila berkesanggupan.
j. Meringankan pekerjaan istri dengan perlengkapan dapur dan rumah tangga yang memadai bila berkesanggupan.
k. Menempatkan istri di tempat tinggal yang tidak bercampur dengan saudara ipar laki-laki.
l. Memerintahkan istri memakai busana muslimah bila keluar rumah.
m. Menemani istri bila bepergian.
n. Tidak menyiarkan rahasia suami istri.
o. Menjaga istri dari segala hal yang dapat menimbulkan fitnah kepadanya (istri).
p. Tidak membawa istri ke tempat-tempat maksiat.
q. Memberi peringatan dan bimbingan yang baik bila istri lalai dalam kewajibannya.
r. Bila harus sampai memukul istri karena alasan yang diperbolehkan, maka ia tidak memukul wajahnya dan anggota tubuh yang dapat mengakibatkan kerusakan atau berbekas.
s. Memuliakan dan menghubungkan silaturahmi kepada orang tua dan keluarga istri.
t. Memanggil istri dengan panggilan kesukaannya.
u. Bekerja sama dengan istri dalam taat kepada Allah SWT.



Kriteria Istri Pilihan

Kriteria istri pilihan yang disyariatkan Islam ialah:

a. Pemilihan atas dasar agamanya.
b. Pemilihan atas dasar keturunannya.
c. Bukan keluarga dekat.
d. Mengutamakan perawan/gadis.
e. Mengutamakan wanita subur (berketurunan).
f. Wanita yang sehat dan kuat.




Sumber: Ensiklopedi Tematis Al-Quran

Judul Asli: Al-Mausu’ah Al-Qur’aniyyah
Pengarang: Muhammad Kamil Hasan al-Mahami
Penerbit: Al Maktab Al ‘Alamiy, Lith-Thiba’ati Wan Nasyri

EDISI INDONESIA
Penerbit: PT Kharisma Ilmu
Penerjemah: Ahmad Fawaid Syadzili

Tidak ada komentar: