Jumat, 20 Februari 2009

My Poem

Singkat


Puisi ini, singkat saja
Satu..

Dua..

Tiga..

Sesingkat perjumpaan kita

Yang membuat hatiku sepi sekali lagi

Tapi aku ingin

Perpisahan kita singkat juga



Short


This poem, just short

One..

Two..

Three..

As short as our meeting

That makes my heart feel so lonely again

But I hope

Our parting also short






Jalanku


Tatkala surya menepis sinar rembulan
Aku terbangun dari mimpiku

Bagai anak ayam kehilangan induknya

Ku tak tahu harus kemana kulepas langkahku



Lalu kususuri jalan itu
Jalan yang gelap tetapi penuh warna

Kupijakkan kakiku pada jalan itu

Kuberjalan tanpa arah dan tumpuan



Jalan ini adalah jalanku
Jalan yang penuh dengan asa dan nestapa

Jalan yang kuarungi dengan langkah kecilku

Langkah kecilku yang ternyata terlalu angkuh

untuk mendahului tiap detik dan menit yang terlewati


Nyanyian alam mulai terdengar
Desiran angina pun ikut berirama

Rumput dan bunga menari-nari

Kuhitung batu kerikil yang kupijak

Yang tak pernah ada habisnya



Jalanku seperti kanvas
Aku bebas mewarnainya

Dengan warna-warna pelangiku

Merah, biru, hijau, putih

Bahkan hitam dan abu-abu

Kupadukan semua warna itu

Menjadi dimensi yang menakjubkan




My Road


When the sun wards off the moonlight

I am awaken from my dream

Like a chick that lose its mother

I don’t know where I must remove my step


Then I walk along that road (street)

A dark road but full of colors

I step my foot on that road

I walk without direction and pillar


This road is my road

A road that full of hope and grief (sorrow)

A road that I wade across with my small step

My small step which turned out to conceitedly

to precede every second and minute


Nature’s melody (song) has begun hearing

The wind’s swishing also has rhythm

Grass and flowers dance

I count the gravels which I stepped

That never ended


My road is like a canvas

I freely color it

With my rainbow’s colors

Red, blue, green, white

Even black and grey

I combine all that colors

Into an amazing dimension





Aku adalah aku

Aku adalah aku
Kamu adalah kamu
Dia adalah dia
Mereka adalah mereka

Aku adalah aku
Aku bukan kamu
Dan kamu bukan aku

Aku adalah aku
Aku bukan dia
Dan dia bukan aku

Aku adalah aku
Aku bukan mereka
Dan mereka bukan aku

Aku bukan kamu, dia, ataupun mereka
Kamu bukan aku, dia, ataupun mereka
Dia bukan jua aku, kamu, ataupun mereka
Dan bahkan mereka bukan aku, kamu, ataupun dia

Sekalipun kamu adalah aku,
dia adalah aku,
dan mereka adalah aku,
Aku tetap adalah aku

Meski kamu adalah dia atau mereka,
dia adalah kamu atau mereka,
dan mereka adalah kamu atau dia,
Aku tetap bukanlah kalian semua
Karena aku adalah aku





Cerminku


Raut wajah yang membisu
Tangan dan kaki yang terkulai tak berdaya

Cermin ragaku saat angin berbisik

Kau t’lah pergi


Api cinta yang selalu berkobar di dada

Padam dan dingin, beku lalu remuk

Cermin hatiku saat angin berbisik

Kau t’lah tiada


Tuhan, mengapa Kau mengambilnya?

Inikah jalan terbaik untuknya?

Berikan jawab-Mu dalam doaku

Beri ia tempat di hati-Mu

Sebagaimana ia menempatkan-Mu dan diriku dalam hatinya

Cermin batinku saat angin berbisik

Kau tak’kan kembali


Cukupkah cermin-cermin itu

Menjelaskan kepadamu

Cermin itu adalah aku

Yang merindukan masa-masa saat kita bersama

Dalam dunia yang fana ini


Sekarang,

Raga dan dunia kita berpisah

Tapi hati kita akan terus bersama

Cermin hubungan kita

Tanpa bisikan angin lagi




My Mirror/Reflection


The mute profile (dumb/silent face)

The powerless drooping hand and foot

My body’s reflection when the wind whispers

You have gone


The love that always flames in the chest

Extinguished and cold, frozened then chrused

My heart’s reflection when the wind whispers

You have passed away


God, why did You take him?

Is this the best way for him?

Please give me Your answer in my pray

Give him place in Your heart

In the same manner as he placed me and You in his heart

My spiritual mind’s reflection when the wind whispers

You will not come back


Are those mirrors enough

Tell you

That mirror is me

Who miss the time when we were together

In this transitory world


Now,

Our body and world has separated

But our heart would be always together

Our relationship’s reflection

Without the wind whisper anymore





Andai Ku Mampu

Andai ku mampu tuk menggapaimu

Aku rela menjadi berang-berangmu

Yang selalu siap membendung segala kesedihanmu

Walau harus kubendung dengan tulang-tulangku


Andai ku mampu tuk menggapaimu

Aku rela menjadi payung dan tamengmu

Yang kan selalu melindungi dan menjagamu

Meski harus kupertaruhkan nyawaku


Andai ku mampu tuk menggapaimu

Aku rela menjadi tanah tempat kau berpijak

Meski berbatu ataupun berumput

Ku ‘kan selalu hargai tiap langkahmu


Andai ku mampu tuk menggapaimu

Aku rela menjadi diarymu

Tempatmu menumpahkan segala perasaanmu

Maka ku dapat mengerti dirimu sepenuhnya




If I Were Able


If I were able to reach you

I willingly would like to be your otter

Which always ready to dam up all your sadness

Even though I must dam with my bones


If I were able to reach you

I willingly would like to be your umbrella and shield

Which will always be ready to guard and protect you

Even though I must risk my life


If I were able to reach you

I willingly would like to be the land (place) you are at

Although stony and gravely

I will always respects every your step


If I were able to reach you

I willingly would like to be your diary

The place you could pour all your feeling

So I could fully understand you





Rasa Ini

Meski hanya setetes

Ingin kurasakan aliran kasih sayangmu

Yang kan mengalir di samudera hatiku

Menghanyutkan segala emosiku


Akankah kau berikan padaku?

Cintamu yang tulus

Meski hanya sepercik saying

Yang mengembun di daun-daun hatiku


Namun yang kau berikan padaku

Adalah gerimis tiada henti

Yang tanpa kusadari t’lah membasahi pipiku

Aku yang terlalu menginginkanmu


Rasa ini bagai asap yang terbang

Namun tak pernah mencapai angkasa

Rasa ini bagai cahaya

Yang tak pernah menerangi duniamu


Sekali saja,

Izinkan aku,

Menyentuh cintamu dengan sukmaku

Namun jangan jadikanku bonekamu




This Feeling


Although just a drop

I wanna feel your love and affection’s flow

Which will flow in my heart’s ocean

Sweep away all my emotions


Will you give it to me?

Your sincere love

Although just a splatter of affection

Which turns into dew in my heart’s leaves


But the thing that you gave to me

Was unstopping drizzling

That was unconsciously it wet my cheek

I want you so much


This feeling is like flying smoke

But never reaches the sky

This feeling is like the light

Which never lights your world


Please, just once,

Permit (allow) me,

To touch your love with my soul

But don’t make me become your doll (puppet)






Kumbang


Tak semua kumbang jujur

Tak semua kumbang berhati mulia

Saat itu juga,

Kutatap awan dan air yang sedang bergejolak

Mereka mati, tapi mereka jujur






Kau


Kau,

Bagai kumbang yang tak pernah datang ke tamanku

Kau,

Bagai mimpi paling indah yang pernah aku impikan

Kau,

Bagai embun pagi yang selalu menyejukkan hari-hariku

Kau,

Bagai alunan merdu yang masuk melalui telingaku dan merajang otakku

Kau,

Bagai kristal yang paling menyilaukan kedua mataku

Dan kaulah,

Yang telah membukakan mata hatiku yang buta


Bagiku,

Tak kurang suatu apapun darimu

Bagiku,

Kaulah kumbang yang paling sempurna di antara semua kumbang

Dan kaulah,

Yang merajut asaku dan menepis segala keraguanku

Kaulah harapanku, dan kaulah yang kuharapkan


Namun sayang,

Rasanya mustahil bagiku untuk mendapatkanmu

Karena sekarang kau t’lah pergi

Aku tahu,

Kau pergi untuk mengejar cita-citamu

Dan kau,

Bersemangatlah!

Mungkin ini,

Akan menjadi kata terakhirku







Sampai Kapan Hampa?


Hampa…

Kosong…

Tiada berisi

Tiada warna

Kar’na tak ada cahaya lagi


Dulu ketika kuambil seutas benang

Dan kucelupkan di tinta pelangi

Bahagia rasanya

Tinta itu mewarnai benangku

Dengan warna-warna pelanginya


Aku senang

Aku bahagia

Tinta itu merupakan cahaya bagiku

Dan benang itu pun berwarna

Layaknya batin dan hatiku


Tapi kini

Warna pada benang itu kian pudar

Kucari tinta pelangi tadi

Ada!

Tapi… sudah kering…


Benangku sekarang kusam

Tak ada cahaya yang membiaskan warnanya lagi

Layaknya batin dan hatiku

Batinku yang sakit

Dan belum ada yang mampu mengobati


Ingin kuhempas saja

Kenangan antara tinta dan benang

Ingin kubuang saja

Benang kusamku itu

Namun aku tak bisa…


Batinku melarangku melakukannya!

Biarlah kusimpan benang itu ‘tuk kenangan

Kenangan yang terindah

Meski membuatku perih

Dan terasa hampa


Ya, hampa!

Kosong!

Nol!

Tiada berisi

Dan tanpa warna


Kelak nanti

Kan kutemukan tinta baru

Yang lebih berwarna dari pelangi

Untuk mewarnai benangku lagi


Tapi kapan?

Sampai kapan kan hampa?

Sampai kapan ku harus menunggu?

Datangnya tinta itu?


Karna bila datang waktunya

Tak ‘kan hampa lagi

Tak ‘kan sepi lagi

Berwarna kembali

Dengan cahaya kami






Jiwaku T’lah Kosong


Lukisan senja di hati

Ternoda oleh darah lukaku

Luka yang tak terpera

Timbulkan perih tak bernyawa


Nuansa sepi di dasar hati

Tenggelam sukma berbagi rasa

Gugurnya anganku yang layu

Hempaskan segenggam kenangan

Relung jiwaku t’lah kosong


Hhh…

Tak perlu lagi tuk ditangisi

Bahkan untuk ditertawai

Takkan berguna itu semua

Karna jiwaku t’lah kosong






Tenggelam


Tenggelam, ku tenggelam

Dalam duka sisakan derita

Bintang pun sebenarnya tak suka

Bila bulan tenggelam sisakan siang


Tenggelam, ku tenggelam

Dalam haru sisakan air mata

Bintang, tahukah kau?

Bulan terharu dengan kesetiaanmu


Tenggelam, ku tenggelam

Dalam bahagia sisakan tawa

Bintang, kau haruslah senang

Bulan, matahari, dan semuanya menyayangimu


Kau pantas dapatkan itu

Karena kesetiaanmu menyejukkan

Kau selalu menemani bulan dan matahari

Meski kadang kau tak terlihat


Setiamu sangat indah

Walau kadang menyakitkan

Bila aku sesetia kau

Apakah ku bisa setegar kau untuk tak tenggelam?






Kepolosan di Atas Perang


Ibu, ada apa sih?

Kenapa semua orang berlari?

Mereka sedang bermain apa?

Aku ingin ikut!


Ibu, mereka seperti anak kecil ya?

Seperti aku! Hehe…

Mereka main kejar-kejaran

Membawa batu dan pistol-pistolan


Oh iya Bu, aku baru sadar!

Kita kan main kejar-kejaran juga

Tapi tadi aku terjatuh

Lalu ibu menggendongku


Lihat Bu!

Mereka capai bermain terus

Banyak yang tiduran di jalanan

Biar aku saja yang menggantikan mereka bermain!


Ibu, itu apa?

Baju mereka kok jadi merah?

Sampai tumpah ke jalan

Seru sekali, aku juga ingin!


Ibu, kok berhenti menggendongku?

Ooh… asyik! Bajuku jadi merah juga!

Tapi kenapa jadi gelap ya, Bu?

Permainan apa sih ini?


Ibu, kenapa menangis?

Hoam… aku mengantuk, Bu…

Aku ingin tidur di pangkuan Ibu

Selamat tidur, Bu!

Aku sayang Ibu!

Tidak ada komentar: